Jumat, 09 Januari 2009

Surat Untuk Mbak Helvy Tiana Rosa...

Dearest Mbak Helvy...
Sebelumnya, saya mohon maaf kalau menulis surat terbuka ini untuk mbak Helvy
Saya sudah lama jadi kontak mbak Helvy di MP, tapi jarang liat tulisan mbak Helvy muncul di blog saya...
Saya sangat ingin surat ini dibaca mbak Hevly, sekedar untuk share, tapi akan sangat senang bila saya juga mendapat kekuatan dari mbak Helvy...

Mengawali surat saya, ijinkan saya menulis kronologis peristiwa saya, agar bisa lepas sebagian pening saya... Kata adik saya, menulis pastilah jadi penyalur emosi, mengingat saya bukanlah seorang pembicara yang baik....

30 Desember 2008
Siang itu saya pulang awal dari kantor untuk mencari tiket kereta Jakarta - Semarang untuk suami saya beserta dua orang tetangga saya yang akan menemaninya mengambil mobil dan barang-barang untuk pindah dari Semarang ke Jakarta untuk bekerja dan bersatu kembali dengan saya dan Aisha (3th), putri tunggal kami, yang sudah setahun ada di Jakarta.
Sebelum saya menuju stasiun kereta untuk mencari tiket, saya makan siang bersama teman lama dari Semarang di Grand Indonesia dan saya sempatkan mampir ke Gramedia.
Buku "Catatan Pernikahan" karangan mbak Helvy tertangkap mata saya dan mulai saya buka lembarannya... dalam hati saya berucap, "saya perlu buku ini untuk lebih memahami maksud suami saya dengan kata-katanya yang filosofis akhir-akhir ini. buku ini pasti bisa menerjemahkan kata-katanya ke sikap yang aktual, karena saya kurang paham dengan kata-kata berbunganya". So, buku itulah yang saya bayar di kasir untuk saya miliki.
Setelah itu, barulah saya pergi ke stasiun untuk membeli tiket keretanya...

31 Desember 2008
Lagi-lagi, siang itu kantor tidak penuh jadualnya. Kami pergi ke Senayan City untuk farewell party seorang kolega yang berakhir masa baktinya di bulan Desember itu. Sebelum berangkat saya chatting dengannya...mengabarkan padanya bahwa ada yang iri pada suami saya...beruntung sekali mau mencarikan tiket kereta untuk suaminya. Suami saya membalasnya dengan mengirimkan puisi, bisa dibaca
di sini. Setelah farewell party, saya sms suami saya, "ayah, bunda ada di Senayan City, mau pulang jam berapa? kalau bisa pulang sore, bunda ke kantor ayah saja, nanti pulang sama-sama. kan ayah mau ke semarang." Jawabnya, "insya Allah jam 4. kok bunda tau aja, rencananya ayah mau ajak ke PS, tapi malas." Kemudian, saya beranjak ke kantornya. Smsnya lagi, " Bunda, dandan yang cantikya. Ayah promosi istriku keturunan timur tengah." Saya hanya tersenyum membacanya karena dia hanya meledek. DIa tau benar istrinya tidak pernah berdandan, dari awal dia kenal saya. Sorenya saat berangkat menuju stasiun, dia berpesan pada Aisha, "Dek, jaga Bunda buat Ayah ya." Diulurkannya tangannya untuk saya cium. Entah kenapa, agak lama baru saya sambut tangannya, saya cium pipinya, lalu agak lama dia tertegun, baru diciumnya pipi saya. Menjelang keberangkatan kereta, dia sms saya, "Bunda, kereta mau berangkat." Saya balas, "Ya... hati-hati di jalan"

1 Januari 2009
Sms dari suami saya..."Bunda, kita sudah sampai 15 menit yang lalu. Orang-orang (teman perjalanannya) lagi aku ajak makan." Paginya, dia telepon Sha, mengabarkan bahwa dia sudah sampai, ngobrol cukup panjang dengan Sha dan kemudian bilang, "Ya, Sha, nanti ayah pulang..."
Siangnya saya ganti sms mengabarkan saya dan Sha akan jalan-jalan di Senayan City melihat Dora. Lalu, tidak ada sms atau pun telepon yang masuk ke hp saya lagi.

2 Januari 2009
Sekitar pukul 06.00 saya tengok hp saya... tidak ada sms. Tumben, batin saya...
Pukul 06.30, saya kirim sms, "Yah, jadinya pulang kapan."
Pukul 06.45, ayah saya yang sedang ada di Semarang telepon, "Ika, sabar ya, Nak...suamimu kecelakaan. Sekarang di RS Cito Karawang."
Saya hanya bisa termangu... Tak lama, "Pa, gimana keadaannya...?" Jawab Papa, "Berangkatlah ke RS, nak. Ambil air wudhu, sholat." Saya lemas... tapi saya butuh akal sehat. Saya tidak sanggup berangkat ke RS. Terlintas di benak, suami saya sudah dipanggil-NYa. Saat itu, yang ada di rumah cuma saya, Sasha (Aisha) dan adik saya. Saya minta adik saya ke RS. Sebelumnya, menghubungi bude di Bekasi agar bisa sampai duluan ke rumah sakit.
Pukul 08.00, saya sholat...minta pada Sang Maha Pemilik untuk membuat saya tegar menghadapi apapun yang terjadi. Selesai saya sholat, tante saya menghambur memeluk saya..."Ika, suamimu sudah tiada...." Saya cuma bisa menjerit dan menangis, sebentar, karena saya sadar...ada Sasha...yang tadi sudah saya beritahu bahwa ayahnya kecelakaan, dan dia sudah bertanya apakah ayahnya berdarah karena kecelakaan itu....
Saya peluk Sasha, saya minta maaf padanya...karena ia telah menjadi yatim pada usia 3 th.
Pukul 08.05, Papa telepon, menanyakan apakah jenazah akan dibawa ke Jakarta atau ke Semarang, saya putuskan untuk menyerahkan kembali suami saya ke keluarga besarnya di Semarang dan sesuai yang pernah diamanahkannya ke saya...ia mau dimakamkan di dekat ayahnya.
Pukul 19.50. Jenazah tiba di Semarang. Adik saya yang mengiringi jenazah langsung saya cari... Saya cuma bisa tanya, apakah orang tercintaku kesakitan... Jawabnya singkat..."Kak, loe udah baca Mas Gagah kan... kira-kira, seperti itulah Mas Riza pergi... Dia pergi dengan tenang... (Mas Gagah means...Ketika Mas Gagah Pergi)

3 Januari 2008
Pukul 04.00, saya bangun dengan kehampaan luar biasa, kesedihan yang tak terkira... saya mencoba menangis lama, menghabiskan lara saya... Tapi saya tersadar, bahwa saya hanya dipinjamkan sebentar oleh Sang Maha Punya...bahwa adalah hak-Nya untuk mengambil apa yang DIa punya. Dan saya berterima kasih telah dipinjamkan seorang yang begitu baik untuk mengisi hidup saya. Lalu saya kembalikan suami saya kepada-Nya. Alhamdulillah, rasa hampa dan sedih itu serasa sirna, berganti dengan kekuatan serta tekad untuk meneruskan cita-citanya....
Pukul 09.00 Sasha bilang ingin melihat ayahnya. Saya tunjukkan pada Sasha bahwa ayahnya akan pergi ke rumah Allah dengan mobil berwarna coklat (karena ditempatkan di peti). Sha tanya, apa ayah nyetir mobil sambil duduk atau sambil tidur... Saya jawab, ayah nyetir sambil tidur karena sudah tidak bisa duduk lagi. Perjalanan ayah akan lewat bawah tanah. Sha bilang, kasian ayah, di bawah kan gak ada lampunya... Saya cuma jawab...dengan doa Sasha, ayah akan diberikan lampu terang oleh Allah...
Lalu Sha say good bye pada ayah seraya bilang we love you, ayah... Saya dan Sha berjanji untuk saling menguatkan.
Pukul 10.30, ayah Sha diantarkan ke rumahnya yang terakhir...

6 Januari 2009
Saya kembali ke Jakarta. Buku mbak Helvy memanggil saya untuk memulai membaca. Ternyata dugaan saya tak salah. Seharusnya, saya membacanya sejak awal, sehingga saya paham apa maksud suami saya... apa maksud dari kata-kata filsafatisnya...
Saya ingin menangis lagi...tapi tak bisa... Saya sudah sadar penuh, bahwa saya tidak punya hak atas apa-apa... Suami saya adalah hak penciptanya...

9 Januari 2009
Malam ini saya beranikan untuk membuka internet. Kawan-kawan MP yang sudah menyapa saya lewat MP maupun sms sudah memberikan kekuatan bagi saya.
Sebagaimana yang ditulis mbak Helvy di buku... Tiba-tiba Saudara... Ya, saya mendapatkan banyak kekuatan dari Saudara-saudara baru saya...
Saya bertekad untuk berbagi cerita saya untuk semua..., terutama mbak Helvy karena lewat buku Mbak Helvy, saya seperti mendapat pencerahan untuk menjadi diri saya yang lebih baik.

Dearest mbak Helvy,
Peer saya masih panjang... Peer untuk menjaga Aisha akan berat bila dilakukan sendiri...
Tapi saya yakin semua akan bantu saya...walau hanya sekedar membaca tulisan saya.

Oya, Saya sudah lama ikuti cerita mbak Helvy lewat annida semasa SMA dulu.... juga tentang FLP. Dan ternyata benar...menulis bisa jadi obat buat saya....
Wah...sudah pagi... saya harus berhenti menulis...
Well, semoga mbak Helvy bisa baca surat saya...

Salam hormat,

-ika-

Tidak ada komentar: