Jumat, 31 Juli 2009

Dengue Shock Syndrome

Sesuai janji saya...
Berikut informasi tentang DSS...

Karena MP ini sensitip banget sama si Javascript, so di-link aja ya...
1. Info DSS dari Medicine.Net. Link-nya klik aja...
2. DSS dari wikipedia. Baca di sini
3. Ini tata laksananya DSS yang terintegrated dengan DB dan Demam Dengue dari WHO. Sila klik di sini (ini sudah ada di milis sehat belum ya? buat yang sudah gabung dengan milis sehat, ada juga kok tata laksana DB yang sudah diterjemahkan)
4. Ini yang dari mayo, lihat di sini

Saya gak dapat dari aap (American Academy of Pediatrics), mungkin jadi satu di Dengue Fever atau Dengue Hemorrhagic Fever.

Yuk, kita sama-sama belajar...

Bila Kontrak Berakhir...Part II

Melanjutkan tulisan saya dengan judul yang sama...

Ya, malam itu saya gelisah sekali
Saya merasa seperti akan kehilangan sesuatu...
Rasa yang aneh, padahal di malam menjelang Ayah gak ada, saya gak punya feeling apa-apa...
Entah kenapa malam itu saya cemas, bahkan cenderung takut...

Memang saya juga sedang menanti kabar dari seseorang di seberang pulau yang katanya sedang sakit...
Lama tak ada kabarnya membuat kecemasan saya bertambah...
Aneh, saya tak terlalu mengenalnya tapi kabar sakitnya yang tak jelas membuat saya kalut...

Mungkin saya masih punya trauma dengan kehilangan...
Yang membuat saya sensitif tentang hal ini
Seperti saat saya mendengar kematian Aulia...
Saya terpukul...
Saya tak mengenalnya dengan baik, tapi membayangkan kepedihan orang tuanya, membuat luka di hati saya terbuka kembali...
Luka yang belum sembuh ketika Ayah berpulang ke rumah Allah..
Saya harus akui itu....

Well, sekarang saya hanya bisa berharap semoga dengan berjalannya waktu, kepedihan itu akan terobati
Saya bisa menghadapi fase kehilangan lagi
Karena dalam hidup, cuma satu yang pasti, yaitu mati...

Bila kontrak hidup kita berakhir, tak akan ada sesuatu pun yang bisa diperbuat untuk mencegahnya...
Bila kontrak hidup kita berakhir, kita tak kan mampu melawan takdir

"Segala sesuatu adalah milik-Nya dan semua akan kembali kepada-Nya"

Buat Aulia: selamat jalan, ananda tercinta... itu adalah tempat terbaik untukmu...

Oya, akhirnya saya dapat kabar... Dia sudah membaik... Lega mendengarnya...

Selasa, 28 Juli 2009

Bila Kontrak Sudah Berakhir

Jam 5 pagi saya sudah terbangun lagi...
Dini hari tadi saya baru sukses tidur jam setengah 2...
Karena masih berasa ngantuk,saya coba tidur lagi
Tapi tidak lama,terdengar sayup-sayup suara Mama bicara dengan orang di luar..."ya Allah,hari Jumat dia masih belajar sama saya... Kapan gak adanya..."
Mendengar kalimat terakhir, saya langsung fully awake...
Saya langsung keluar kamar...
Melihat saya, mama langsung cerita bahwa muridnya yang bernama Aulia meninggal dunia.
Padahal, baru Jumat lalu mama mengajar dia.
Masih terbayang dia bertanya pada mama, bagaimana cara menulis...
Mata mama berkaca-kaca...
Begitu juga dengan saya...

Cerita mama lagi...
Namanya Aulia Oktaviana Sofyan, usianya mungkin 6 tahun karena baru masuk kelas 1 SD.
Anaknya halus dan baik hati. Badannya cukup besar, tapi dia takut pada Sasha karena Sasha suka jahili dia, bahkan pernah memukulnya (Duh, maafkan Sasha ya, Kak... Sasha suka gemas sama anak baik ). Aulia adalah anak satu-satunya.
Belum setahun lalu, Aulia jadi kakak, namun tak lama karena usia adiknya hanya 1 minggu.
Ibunya selalu rajin mengantarnya ke setiap kegiatannya.
2 hari yang lalu badannya panas. Tadi malam masuk RS karena panasnya tinggi dan kepalanya pusing sekali. Kata dokternya tampek yang tidak keluar (hmmm,penjelasan yang tidak ilmiah tampaknya, tapi dugaan saya dan bos saya (hanya dugaan nih) Aulia menderita DB (DSS = Dengue Shock Syndrome) *cmiiw*)
Duh, tambah teriris hati saya mendengar cerita mama. Saya tidak sanggup membayangkan betapa hancurnya hati orang tuanya yang dalam waktu dekat kehilangan 2 anak. Saya tidak sanggup membayangkan sakitnya ditinggal anak-anak tercinta.

Tadi malam, lagi-lagi, saya tidak bisa tidur.


Lanjutan cerita klik di sini
Cerita tentang DSS klik di sini

Minggu, 26 Juli 2009

Kerja Rakyat...

Pagi-pagi...
Baru bangun...
Aku udah denger si mama ngomel...

Ngomelnya gara-gara baca Kompas, tentang penolakan hasil penghitungan KPU
Inti omelannya begini...
"Kok bisa-bisanya perhitungan itu ditolak, itu kan namanya tidak menghargai kerja keras rakyat. Yang menghitung kan bukan KPU, tapi orang-orang di TPS. Yang protes itu kan gak tau kalo yang di TPS ngitung sampe capek. Apalagi waktu ngitung partai, dari jam 1 siang sampe jam 3 pagi baru pada selesai. Belum lagi bolak-balik ke kelurahan untuk klarifikasi. Yang ngitung juga gak punya kepentingan buat menangin partai apapun atau presiden siapapun. Kok seenaknya aja orang bilang curang lah, yang punya kepentingan lah... Emang yang repot mereka! Kakak apa adek nih, nulis sana di koran... Kalian kan anak-anak muda, jangan diam saja... Tunjukkan bahwa rakyat itu murni bekerja... Mama udah gak sempat tulis-tulis lagi..."

Hmmm,omelan yang menarik dan inspiratif, hehehe...
Menarik karena topik ini sedang hangat dibicarakan...
Inspiratif karena saya memang sudah lama ingin menulis mengenai Pemilu sejak pemilu legislatif kemarin dan sudut pandang saya memandang Pemilu ini ternyata hampir sama dengan yang mama saya lihat...

Fenomena penghitungan ini memang sangat menarik untuk dilihat... Tapi, perlu saya kemukakan di sini, saya melihat ini dari sudut pandang saya yang awam terhadap Pemilu, terlepas dari undang-undang yang mengatur atau ranah politik yang njelimet itu.

Ketertarikan saya berawal di pileg yang membutuhkan ketelitian luar biasa dalam menghitung... Gimana enggak, lha wong partai yang dipilih aja ada segambreng, apa lagi calegnya... Belum lagi mesti melihat mana yang dicontreng caleg atau partai karena katanya gak boleh dobel...
Udah gitu, dicontreng dengan bolpen merah yang kecil (katanya) yang berarti membutuhkan ekstra mata karena boleh jadi bakal susah dilihat karena coretannya kecil.
Saya waktu itu tidak ikut milih karena memilih liburan ke semarang. Di Semarang, saya liat orang menghitung sampai jam 1 malam dan papa saya di Jakarta menghitung sampai jam 3 pagi!
Setelah disetor ke kelurahan dan dihitung sampai akhirnya diterima hasil perhitungan akhirnya, kira-kira papa saya harus bolak-balik sekitar 4 kali ke kelurahan.
Saya benar-benar geleng-geleng kepala... Apalagi sambil membayangkan, bagaimana di pelosok yang sulit terjangkau... Untuk paham instruksi menghitung saja sudah sulit, apalagi prakteknya.

Kalau penghitungan untuk pilpres, memang lebih mudah. Pilihan cuma ada 3 dan tidak perlu melihat partai atau orang. Juga tidak perlu ada 2-3 kertas suara yang lebar-lebar segede gaban,hehehe... Orang cepat memilih juga. Jadi waktu memilih tidak lama. Orang tidak perlu antri sampai mengular. Proses penghitungan pun tidak makan waktu lama. Mulai siang, sore sudah selesai. Hasilnya di tempat saya SBY-Budiono pemenangnya, hampir 80% dari suara yang masuk. Tidak perlu ada klarifikasi sampai bolak-balik juga ke kelurahan.

Yang paling seru dari pilpres di tempat saya adalah suasananya... Semua orang keluar dengan suka cita, dengan baju-baju bagus dan rapi menuju TPS.... Saling bertegur sapa dan bersalam-salaman, mirip dengan suasana lebaran... Semua sepertinya mantap dengan pilihan mereka dan saling menerima bila ada yang berbeda pilihan.

Well, sepertinya alasan mama saya untuk ngomel cukup beralasan kan. Kita semua, sebagai akar rumput (cieeee,bahasanya aktipis banget,padahal gak tau artinya :p) sudah berupaya untuk mensukseskan pemilu, tapi elit politik di sana masih tetap tidak percaya hasil dari kita.
Padahal tadinya mereka yang minta-minta suara kita, udah kasih suara, dituduh curang pula karena hasilnya gak sesuai harapannya,hehehehe...

Saya gak tau ada permainan apa di KPU or di mana tempat yang related dengan penghitungan pemilu.
Saya juga gak ngerti permainan politik atau apalah yang berhubungan dengan kekuasaan...
Yang saya tau, rakyat sudah bekerja keras...
Toh dari dulu sampai sekarang, perubahan ke arah lebih baik baru sedikiiiiiiiiiiiiiiiiit sekali dilakukan, bahkan saking sedikitnya saya sampai tidak bisa memberi contoh,hehehe...
Harusnya, kerja rakyat dihargai...
Tidak ditolak begitu saja...
Toh kalau ada pilpres putaran ke-2, tetap kami yang repot...
Hasilnya, belum tentu beda sama yang sekarang...
Dan duit penyelenggaraannya juga duit kami juga, kan...
Pajak kami juga...

Yaaaaa...
Mestinya kalo mau maju, harus sama-sama lah...
Baik yang menang maupun yang kalah harus sama-sama memikul tanggung jawab memajukan negara, bersama-sama rakyat...
Bukan saling menghujat...
Siapapun pemimpinnya, semoga Indonesia bisa jadi lebih baik...

#indonesiaunite...




Sha Naik Kelas

Hari ini Sha masuk kelasnya, kelas Wonderland, kelas pengenalan musik untuk anak usia 3-4 tahun.
Dulu saya pernah posting mengenai Sasha yang masuk kelas musik ini, banyak yang tanya, apa sih kelas musik ini, alat musik apa yang dipelajari...
Well, kelas wonderland ini tidak banyak pelajaran teknik bermusiknya.
Yang diajarkan adalah lagu-lagu riang dengan berbagai macam tempo.
Tidak hanya menyanyi, tapi kita juga harus bergerak sesuai iramanya.
Setidak-tidaknya kita belajar mengenal tempo pada musik.
Anak-anak juga dikenalkan pada bunyi alat musik, sepertii biola, drum, juga triangle.
Lagu-lagunya aslinya berbahasa Jepang, namun sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.Liriknya lucu dan ceria. Pas sekali untuk anak-anak.
Setelah 3 bulan bernyanyi dan bergerak mengikuti irama, barulah dikenalkan pada alat musik.
Anak-anak diperbolehkan memencet tuts-tuts pada electone.
Tapi di electone pun, anak tidak belajar notasi (doremi) tapi lebih banyak pada efek suaranya, sesuai dengan lagu yang sudah diajarkan...
Misalnya lagu tentang gajah, maka yang dibunyikan adalah langkah gajah, bukan do re mi fa sol, sehingga anak-anak tidak menghafal doremi, tapi hanya melenturkan jarinya.
Yang paling asyik dari kelas ini adalah orang tua yang harus mendampingi anak belajar. So, sekali bayar 2 orang dapat pelajaran, hehehe....
Well, sebenarnya bukan itu yang bikin asyik, tapi dengan adanya tuntutan untuk mendampingi anak di kelas, hubungan ortu-anak bisa terjalin lebih erat. Waktu 1 jam sekali seminggu memang tidak banyak, tapi benar-benar membuat saya dan Sasha bersenang-senang di kelas.
Bagaimana tidak...berpelukan sambil menyanyi, bergandeng tangan mengikuti musik, memencet tuts bersama-sama, menari bersama...benar-benar asyik buat saya dan Sasha.
Buat anak yang selalu didampingi bergantian oleh banyak orang atau baby sitternya saja yang menemani tidak banyak mengalami kemajuan karena biasanya yang mendampingi akan kagok dan tidak mengerti bagaimana harus bergerak sesuai lagunya.
Sha benar-benar enjoy dengan kelasnya. Saya juga, walau tetap keluar malasnya,hehehe...

Hari ini,di akhir pelajaran, Sha disarankan untuk pindah ke kelas JMC (Junior Music Course) yang diperuntukkan untuk anak usia 4 tahun.
Pada pertemuan orang tua  murid sebelumnya, Sha masih belum disarankan untuk pindah karena usianya yang belum 4. Namun, atas pertimbangan bahwa Sha sudah lebih maju dari teman yang lain, Sha disarankan untuk  ke JMC. Atas pertimbangan bahwa Sha butuh tantangan lebih, akhirnya Sha naik ke kelas JMC.

Sepertinya tidak terlalu banyak perbedaan antara kelas JMC dan Wonderland dalam cara pengajarannya. Namun lewat bukunya, saya lihat akan ada banyak pelajaran mengenai notasi (bahkan mulai diajarkan not balok) dan masih banyak juga lagu-lagu yang diajarkan.
Perbedaan mendasar pada JMC dan Wonderland adalah pada akhir pelajaran (6 bulan) di JMC akan ada ujian untuk menentukan apakah bisa terus ke JMC 2.
Di kelas JMC ini juga ada penilaian untuk anak-anak yang talented yang akan diambil untuk kelas khusus anak-anak talented.
Well, saya tidak berharap terlalu banyak pada Sasha...
Seperti niat awal saya memasukkan Sha ke kelas musik ini adalah untuk rekreasi Sasha dan memfasilitasi interest Sasha pada musik, terutama kesukaannya pada biola.
So, di kelas baru nanti, we'll have fun go mad lagi... Dengan agak sedikit lebih serius sih,soalnya pelajarannya lebih susah,hehehe...
Semangat ya, Sha..!
Semangat juga ya, Bunda...!

Sha Naik Kelas

Hari ini Sha masuk kelasnya, kelas Wonderland, kelas pengenalan musik untuk anak usia 3-4 tahun.
Dulu saya pernah posting mengenai Sasha yang masuk kelas musik ini, banyak yang tanya, apa sih kelas musik ini, alat musik apa yang dipelajari...
Well, kelas wonderland ini tidak banyak pelajaran teknik bermusiknya.
Yang diajarkan adalah lagu-lagu riang dengan berbagai macam tempo.
Tidak hanya menyanyi, tapi kita juga harus bergerak sesuai iramanya.
Setidak-tidaknya kita belajar mengenal tempo pada musik.
Anak-anak juga dikenalkan pada bunyi alat musik, sepertii biola, drum, juga triangle.
Lagu-lagunya aslinya berbahasa Jepang, namun sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.Liriknya lucu dan ceria. Pas sekali untuk anak-anak.
Setelah 3 bulan bernyanyi dan bergerak mengikuti irama, barulah dikenalkan pada alat musik.
Anak-anak diperbolehkan memencet tuts-tuts pada electone.
Tapi di electone pun, anak tidak belajar notasi (doremi) tapi lebih banyak pada efek suaranya, sesuai dengan lagu yang sudah diajarkan...
Misalnya lagu tentang gajah, maka yang dibunyikan adalah langkah gajah, bukan do re mi fa sol, sehingga anak-anak tidak menghafal doremi, tapi hanya melenturkan jarinya.
Yang paling asyik dari kelas ini adalah orang tua yang harus mendampingi anak belajar. So, sekali bayar 2 orang dapat pelajaran, hehehe....
Well, sebenarnya bukan itu yang bikin asyik, tapi dengan adanya tuntutan untuk mendampingi anak di kelas, hubungan ortu-anak bisa terjalin lebih erat. Waktu 1 jam sekali seminggu memang tidak banyak, tapi benar-benar membuat saya dan Sasha bersenang-senang di kelas.
Bagaimana tidak...berpelukan sambil menyanyi, bergandeng tangan mengikuti musik, memencet tuts bersama-sama, menari bersama...benar-benar asyik buat saya dan Sasha.
Buat anak yang selalu didampingi bergantian oleh banyak orang atau baby sitternya saja yang menemani tidak banyak mengalami kemajuan karena biasanya yang mendampingi akan kagok dan tidak mengerti bagaimana harus bergerak sesuai lagunya.
Sha benar-benar enjoy dengan kelasnya. Saya juga, walau tetap keluar malasnya,hehehe...

Hari ini,di akhir pelajaran, Sha disarankan untuk pindah ke kelas JMC (Junior Music Course) yang diperuntukkan untuk anak usia 4 tahun.
Pada pertemuan orang tua murid sebelumnya, Sha masih belum disarankan untuk pindah karena usianya yang belum 4. Namun, atas pertimbangan bahwa Sha sudah lebih maju dari teman yang lain, Sha disarankan untuk ke JMC. Atas pertimbangan bahwa Sha butuh tantangan lebih, akhirnya Sha naik ke kelas JMC.

Sepertinya tidak terlalu banyak perbedaan antara kelas JMC dan Wonderland dalam cara pengajarannya. Namun lewat bukunya, saya lihat akan ada banyak pelajaran mengenai notasi (bahkan mulai diajarkan not balok) dan masih banyak juga lagu-lagu yang diajarkan.
Perbedaan mendasar pada JMC dan Wonderland adalah pada akhir pelajaran (6 bulan) di JMC akan ada ujian untuk menentukan apakah bisa terus ke JMC 2.
Di kelas JMC ini juga ada penilaian untuk anak-anak yang talented yang akan diambil untuk kelas khusus anak-anak talented.
Well, saya tidak berharap terlalu banyak pada Sasha...
Seperti niat awal saya memasukkan Sha ke kelas musik ini adalah untuk rekreasi Sasha dan memfasilitasi interest Sasha pada musik, terutama kesukaannya pada biola.
So, di kelas baru nanti, we'll have fun go mad lagi... Dengan agak sedikit lebih serius sih,soalnya pelajarannya lebih susah,hehehe...
Semangat ya, Sha..!
Semangat juga ya, Bunda...!