Rabu, 20 Agustus 2008

Politik Oh Politik

Dari jaman kuliah saya bener-bener gak mau masuk ke dunia politik karena saya tau politik itu kejam, sementara saya adalah orang yang cinta damai

Tapi karena saya kuliah di fakultas hukum, mau gak mau, saya dekat dengan kelompok-kelompok dan organisasi-organisasi yang berpolitik. Namun saya tetap konsisten. Saya menolak ajakan untuk bergabung dengan organisasi-organisasi tersebut. Sayangnya, saya dekat secara personal dengan kakak-kakak kelas yang kebetulan menjabat di organisasi tadi, jadi lagi-lagi, mau gak mau, saya kecipratan cap sebagai anggota organisasi. Terlebih saat saya join pelatihan kader (karena waktu itu saya sedang gak punya kerjaan dan harus sendirian di rumah, jadi saya terpaksa ikutan karena kakak-kakak itu berjanji akan menjemput saya kalo saya gak suka kegiatan itu. Dan jam 3 pagi, saya bener-bener minta pulang,hehehehe... Kalo gak dijemput manalah saya berani turun gunung sendirian.).

Di tahun 2000, saat pergantian ketua BEM, saya dilamar jadi asisten sekretaris ketua BEM. Padahal saya gak berasal dari organisasi manapun dan dari partai mana pun. Saat itu memang pemilihan ketua BEM berdasarkan sistem kepartaian. Lagi-lagi, karena saya memang gak ada kerjaan, saya pun mengiyakan ajakan itu. Toh saya gak rugi apa-apa, soalnya saya emang gak perlu ngeluarin apa-apa untuk duduk di jabatan itu. Temen-temen yang menganggap saya adalah anggota organisasi mereka cukup senang karena saya bisa mewakili organisasi di BEM, di tempat yang cukup strategis pula. Padahal, jujur, saya gak pernah merasa jadi bagian dari kelompok atau organisasi apa pun, hehehe.

Di BEM, saya cukup dekat dengan kawan-kawan dari organisasi lain yang alirannya berbeda dari "organisasi" saya. Saya bahkan sempat datang, hanya datang, ke tempat pelatihan kader organisasi mereka karena saya memang berminat ikut AMT (achievement motivation training) yang waktu itu dilakukan oleh mentor yang cukup ngetop di Semarang dan karena kawan-kawan itu bahkan menjemput saya ke rumah. Saya cuma datang di sesi itu dan bermalam di tempat Om saya yang gak jauh dari lokasi pelatihan kader.

Lusa paginya, betapa terkejutnya saya saat melihat tatapan orang-orang yang cukup fanatik di "organisasi". Langsung beredar gosip bahwa Ika adalah pengkhianat yang sudah berpindah aliran organisasi. Saya bingung, dari mana mereka tau saya datang ke pelatihan itu. Saya gak pernah kasih tau siapa pun (karena emang saya gak merasa perlu kasih tau). Saya datang pun juga gak bermaksud apa-apa selain mau ikut AMTnya.

Tapi, sampai di point itu saya jadi paham, ternyata politik itu hanya melihat semuanya dari luar. Semua dilihat berdasarkan kepentingan masing-masing individu. Mereka gak pernah mau tau apa alasan saya sebenarnya dan motif keikutsertaan saya. Dan saya jadi tau, ternyata selama ini ada yang mengawasi gerak saya karena ada agenda yang direncanakan untuk saya oleh organisasi (Info ini saya dapat dari teman saya yang bergabung di organisasi). Saya geram juga sebenernya begitu tau soal ini. Berhubung saya cuek, akhirnya saya abaikan aja lah. Terserah saya mau diawasi pake hidden kamera juga terserah wong saya BUKAN orang organisasi.

Saat pemilihan presiden BEM universitas, saya ditodong organisasi yang pernah saya datangi AMT-nya untuk mengumpulkan suara sekaligus jadi tim suksesi calon presiden dari organisasi ini. Berhubung secara personal saya memang dekat dengan sang calon, saya bersedia membuatkan flyer dan brosur mengenai sang calon (lagi pula saya sebel liat foto si calon presiden di flyer sebelumnya,hehehe). Tapi masalah suara, saya gak janji apa-apa. "Organisasi" saya juga minta saya mengumpulkan suara untuk calon presiden dari kubu mereka, tapi lagi-lagi, saya gak mau janji apa-apa. Setiap orang punya hak untuk memilih yang pas buat diri mereka sendiri. Saya menduga, organisasi-organisasi itu mengharapkan saya mengumpulkan suara karena kebetulan di fakultas, saya punya keluarga dekat (kami menyebut diri kami ber-10 dengan NN family) yang jumlahnya besar dan kami akrab dengan siapa saja. Bener-bener deh, di politik, perkawanan itu hanya dilihat sebagai hubungan menguntungkan dan tidak menguntungkan. Makin banyak kawan berarti makin banyak suara dukungan.

Setelah lengser, saya gak berusaha menggabungkan diri dengan politik-politik lagi. Saya merasa beruntung bergabung di youth center dan cuma jadi fasilitator aja. Saya sama sekali gak menyentuh urusan administrasi dan yang lainnya. Bener-bener cuma berhadapan eh bertelponan (kan pake hotline,hehehe) dengan klien. Waktu saya daftar lowongan jadi asisten training (ya jadi staff gitu deh) ternyata saya lolos. Ternyata, makin deket kita dengan "yang di atas" (means, pemegang kebijakan) lagi-lagi kita kecipratan politiknya. Duh, politik itu emang berkaitan erat dengan like and dislike. Sekali "yang di atas" gak suka sama kita, ya siap-siap aja di-hengkang-kan dari situ. So, sebelum itu terjadi sama saya, saya lebih baik cari tempat lain aja,hehehe.

Masuk di dunia hukum... Jadi contract drafter dan asisten lawyer. Hehehehe, gak perlu dijabarin lagi kancah per-politikannya kan... Udah jadi rahasia umum...

Dan sekarang...
Saya makin merasa betapa politik itu mencengkram setiap aspek kehidupan kita.
Makin tinggi jabatan kita, makin kuat politik masuk ke kehidupan kita.
Kalau kita gak mau digeser, kita harus ikut aliran politik yang sama dengan penguasa. Kalo enggak, ya mesti siap-siap "gak jadi siapa-siapa".
Kalo kita gak mau dijatuhkan, kita harus "berpolitik" dengan yang ada di atas kita.
Tapi mau sampe kapan kita berpolitik terus,hehehe...

So, ada yang bisa kasih tau saya dimana tempat yang gak bersentuhan dengan politik....???

Hehehe, mungkin cuma di mimpi saya aja....

-atributetomydearestbapakbapakwewillmissyouallandpleasekeepstrugglingforthiscountry-

picture take from: http://www.healthwrights.org/images/talk_politics_free_hand.gif

Tidak ada komentar: