Senin, 02 Juni 2008

Pre-Eklampsia dan Eklampsia yang Mematikam

Tadi malam, adikku pulang dari bandara. Dia cerita bahwa dia baru saja mengantar jenazah anak sahabatnya di kampus yang dilahirkan dalam keadaan meninggal. Diduga meninggalnya si kecil akibat dari eklampsia yang diderita ibunya.
Lantas Dhika, adikku bertutur lagi, "Padahal hari Jumat kemarin dia udah gue ceritain kalo elo dulu juga begitu, Kak. Tapi dia bilang masih ngusahain lahir normal. Dokternya juga bilang belum preeklampsi. Tekanan darahnya 140." "Lha bawahnya berapa,"potongku. "Gue gak tau lah. Yang jelas gue udah bilang sama dia, istrinya diopname aja di RS gede atau yang perlatannya lengkap. Dulu kakak gue di taruh di Ruang Risti, di ruangan kaca gitu yang deket sama ruangan perawatnya karena keadaannya dipantau terus. Gue gak tau deh, Kak, istrinya penanganannya gimana, masak gak dipantau sampe kejang-kejang gitu. Dokternya juga gimana sih...kok gak diawasin gitu..." Hehehe, kok dia yang ngomel ya... Tapi adikku ini memang ngedampingin aku waktu aku melahirkan Sasha.
Dia tau proses kakaknya mulai divonis preeklampsi (PE) di umur janin 35 minggu. Tekanan darah saat periksa 130/100. Ada eudema yang cukup merata dan yang paling jelas keliatan di kaki dan di hidung,hehehe. Waktu itu dokter di tempat biasa aku rutin cek kandungan, aku diminta menunggu 2 minggu sambil memantau tekanan darah. Setelah rundingan dengan orang rumah, kita sepakat untuk cari second opinion ke dokter lain. Besoknya, kami ke dokter yang cukup ngetop di Semarang dan udah cukup kita kenal juga karena beliau aktif di PKBI. Aku dulu juga aktif di PKBI dan mas Riza, suamiku, masih aktif di NGO itu sampai sekarang. Kita dapat giliran masuk jam 21.30 karena gak daftar duluan. Karena aku merasa fit dan emang gak terasa apa-apa badannya, kami (aku, mas Riz dan Dhika) muter-muter dulu di Sri Ratu sambil liat-liat perlengkapan bayi. Aku memang belum mempersiapkan apa-apa karena kandunganku belum 9 bulan, not even close ke hari lahiran. Aku juga dengan santai bawa tas kecil berisi dompet. Dekat waktu periksa, kami pulang. Sebelumnya kami mampir dulu makan nasi ayam.
Sebelum masuk ruang periksa, seorang perawat mencek tekanan darah saya. Waktu liat hasilnya, dia cukup kaget, bu, kok tinggi sekali. Pusing gak, tanyanya... Enggak tuh, jawabku. Istrirahat dulu ya, bu, nanti 5 menit lagi saya cek lagi. Setelah duduk-duduk, aku dicek lagi, ternyata hasilnya malah naik lagi. Sayangnya aku gak inget berapa hasilnya, yang jelas, aku langsung dimasukkan ke ruang periksa, cek sana cek sini. Periksa tensi lagi, diminta istirahat lagi 10 menit, dicek lagi dan terakhir bu dokter bilang, "langsung rawat ya, gak usah pulang lagi. saya takut kalo pake pulang lagi malah bisa kejang di jalan. Ibu gak pusing sama sekali, gak kunang-kunang?" Enggak, dok, jawab saya mantap. Saya fine-fine aja. Napas agak ngos-ngosan sih dok, tapi selebihnya gak papa kok. Masak gak boleh pulang dok? "Boleh sih, tapi nanti kalo ada apa-apa, mas Riza gimana. Kan tekanan darahnya 160/120. Di RS kita pantau. Kalo malam ini tensi bisa normal, boleh pulang deh. Akhirnya, dengan modal tas kecil, kami pergi ke RS. Setelah urus administrasi sedikit karena kami ditanggung askes, aku langsung diangkut dengan kursi roda. Mas Riza dan Dhika masih menunggu proses dari kartu. Malam itu aku masuk di ruang VK dan diinapkan semalam di ruang VK yang kosong itu sambil tiap jam sekali perawat ukur tensi. Sebelumnya aku diinjeksi 2 kali dengan alat injeksi yang besaaaar sekali kayak suntikan sapi, hehehe...
Besok paginya aku dipindah ke ruang Risti. Kamar yang gak ada privasinya sama sekali karena berjendela kaca besar di sebelah ruang perawat. Tiap kali aku disuntik lewat infus, rasanya kemeng setelah obat masuk. Tiap beberapa jam sekali, suster periksa djj (detak jantung janin) dan bising janin (benar gak ya istilahnya?). Makananku semua gak berasa karena tidak dipakaikan garam. Garam disediakan seukuran 1/2 garam sachetan. Tiap 2 jam tensiku diperiksa. Kalau perawat memeriksa sekali, berarti tensiku berkisar di angka 130/100 kalau samapi 2x berarti lebih tinggi, hehehe...
Besok paginya (hari ketiga), tanggal 7 Oktober 2005, pukul 05.05 lahirlah si kecil Aisha Nur Fadillah Ramadhani Johan (ini namanya jadi panjang karena jadi titipan orang banyak,hehehe) lewat operasi caesar. Beratnya 2,34 kg (BBLR) tapi tidak keriput. Panjangnya 47 cm. Lingkar kepalanya lupa, hehehe. Nilai APGARnya 10 10 10. Nangisnya kenceng banget. Begitu perut terbuka (btw, terasa lho perut disayat dan dibuka gitu,hehehe) bu dokter langsung bilang ada lilitan tali pusat 1 kali. Waktu liat Sha pertama kali, wajahnya cantiiiiiik sekali. Secantik ibunya,hehehe...
Karena pernah mengalaminya, aku sedih banget dengar cerita Dhika tadi. Menurutku, banyak kasus-kasus preeklampsi atau eklampsi yang berarti dengan kematian karena kesalahan prosedur penanganan dan yang terutama dari faktor ketidaktahuan calon ibu dan ayah. Padahal sudah banyak kasus yang terjadi tapi sosialisasi tentang pre-eklampsi sangat minim. Jujur, aku baru tahu tentang pre-eklampsi setelah divonis oleh dokter. Padahal, kasus-kasus PE yang ngetop termasuk banyak, sperti kasus Becky Tumewu yang mengalami koma setelah melahirkan karena post-eklampsi dan yang paling heboh kasus Nyonya Agian yang sempat dimintakan euthanasia.
Mudah-mudahan setelah ada milis dan MP kayak gini, eklampsi ini jadi ngetop dan mengedukasi para calon ibu dan ayah sehingga Angka Kematian Ibu/Anak karena eklampsi bakal turun. Dan kita gak perlu bersedih lagi, hehehe...
Semoga ya...
Oya, berikut artikel tentang eklampsi dari www.info-sehat.com
Waspada Terhadap Pre-eklampsia!

Pre-eklampsia merupakan gejala awal dari eklampsia, yaitu keracunan dalam kehamilan. Pre-eklampsia sering muncul di trimester ketiga kehamilan. Biasanya? gangguan tersebut kerap terjadi pada usia kehamilan 20 minggu dan pada wanita yang mengandung anak pertama.

Apa saja gejalanya?
Pre-eklampsia umumnya ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut:
  • Meningkatnya tekanan darah secara drastis (hipertensi) hingga lebih dari 140/90 mmHg.
  • Adanya kandungan protein di dalam urin.
  • Pembengkakan pada pergelangan kaki, tangan, dan wajah. Tapi, yang sering terjadi adalah bengkak pada kaki.
Gejala-gejala lainnya yang juga harus diwaspadai yaitu:
  • Pusing yang hebat, terutama pada dahi di atas mata yang diduga akibat meningkatnya tekanan darah.
  • Kenaikan berat badan secara drastis (misalnya: meningkat 1 kg dalam seminggu).
  • Gangguan penglihatan, seperti mata berkunang-kunang.
  • Susah buang air besar.
Apa penyebabnya?
Penyebab terjadinya gangguan pre-eklampsia belum diketahui dengan pasti hingga kini. Namun, sering diduga bahwa pre-eklampsia terjadi karena sistem kekebalan tubuh yang bermasalah dan akibat terjepitnya pembuluh darah sehingga aliran pembuluh darah pada plasenta menjadi terganggu.

Apa bahayanya?
Tekanan darah yang meningkat dapat menyebabkan kegagalan fungsi organ dan pecahnya pembuluh darah di otak yang akhirnya bisa menyebabkan kematian.

Bagaimana penanganannya?
Setelah di diagnosa, dokter biasanya akan mengontrol tekanan darah dan memeriksa?organ-organ lainnya seperti ginjal, jantung, paru, hati, mata, otak dan sistem saraf karena dikhawatirkan terjadi gangguan fungsi pada organ tersebut. Selain itu, akan dilakukan juga pemeriksaan terhadap keadaan janin. Pemeriksaan itu menentukan tindakan yang akan diambil, apakah kehamilan tersebut akan diperpanjang atau ?terpaksa? dihentikan.

Bagaimana bila gejalanya belum hilang?
Bila hasil diagnosa ternyata masih belum bisa mengontrol pre-eklampsia, maka dokter akan memberikan magnesium sulfat (MgSO4) yang merupakan obat anti kejang. Tujuannya yaitu agar tidak terjadi eklampsia (kejang-kejang akibat keracunan kehamilan), yakni kondisi lanjutan dari pre-eklampsia yang menandai adanya keterlibatan organ otak.

Apa akibat eklampsia?
Eklampsia dapat mengakibatkan terganggunya fungsi organ tubuh lainnya pada ibu hamil. Selain itu, pengiriman oksigen dari plasenta melalui tali pusat ke bayi juga akan terhambat sehingga bayi tidak mendapatkan oksigen secara maksimal, yang akhirnya bisa mengakibatkan gangguan perkembangan ketika si bayi lahir.

Mungkinkah dicegah?
Yang diperlukan untuk mencegah eklampsia adalah melalui kontrol antenatal sehingga jika timbul gejala-gejala awal pre-eklampsia, maka bisa segera dicegah dan diambil tindakan sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Tidak ada komentar: