Minggu, 10 Oktober 2010

Mungkinkah Tanpa Pelicin?

Akhir-akhir ini akrab banget sama yang namanya pelicin...
Berawal dari melaksanakan tugas di tempat yang baru, dimana aku harus turun ngurus dokumen perusahaan dan harus ke sebuah instansi pemerintah.
Di sana diketemukan dengan orang pemerintah yang biasa mengurus hal seperti ini
Di kantornya ada prosedur yang tertulis
tapi, in the name of fastness or so on, ada harga yang harus dibayar untuk tidak melalui berbagai macam persyaratan itu.
Dan, walaupun persyaratan yang dibawa sudah lengkap tapi gak mau nunggu lama supaya semua beres, sejumlah uang hasil tawar-menawar pun berpindah tangan kepada pegawai pemerintah itu.
Miris, but... That's the reality...

Lagi-lagi masih soal pekerjaan di kantor.
Masih harus berurusan dengan instansi pemerintah yang berbeda dengan yang diceritakan di atas.
Diinstansi ini, sistemnya sudah mulai sempurna.
Hubungan antara uang dengan manusianya sudah diminimalisir dengan langsung menggunakan pembayaran di bank.
Tapi, sesudahnya, masih tetap ada orang yang mencari celah untuk mencari tambahan.
Dan buat orang yang gak tau, mudah sekali untuk membayar sejumlah uang dengan harapan bisa menambah kecepatan proses tersebut.
Padahal, kecepatan yang ditambah gak banyak-banyak amat.
Mungkin kalo ada perkara, pelicin baru berperan besar.
Kali ini, saya harus melanjutkan pekerjaan orang sebelum saya, jadi mau gak mau, saya harus membiarkan perpindahan pelicin itu ke tangan orang yang mendapatkan "celah" itu untuk sesuatu yang tidak terlalu berpengaruh.
Yaaaah, namanya juga pelicin... emang dia licin banget :D *gak nyambung dot com*

Terakhir tentang pelicin...
Bulan-bulan kemarin kan lagi rame-ramenya bukaan lowongan kerja di instansi pemerintah
Dan rame pula tawaran ke aku untuk masuk jadi pegawainya
Harganya bervariasi, mulai dari 80juta - 25juta
Dibayar setelah masuk

Duuuuuuh....
Ada gak sih yang gak perlu pake beginian kalo urusan sama pemerintah?
Kapan bangsa bisa majuuuu...
Dan sampe kapan saya bisa bertahan dengan idealisme saya ya?
Karena, atas nama desakan kebutuhan, saya mulai tergoda jugaaaaa


Tidak ada komentar: